Sabtu, 10 Juli 2010

Farmakologi Klinik Sefiksim – Sefalosporin Generasi III

Yati H Istiantoro
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - Jakarta

PENDAHULUAN

Sefiksim adalah suatu sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan secara oral. Sefalosporin generasi ketiga sudah dikembangkan menjadi berbagai derivat a.l. sefoperason, sefotaxime, seftasidim, seftizoxim , seftriakson, sefiksim, sefpodoksim proxetil, sefdinir, sefditoren pivoxil, seftibuten, dan moxalaktam. Sefalosporin generasi ketiga umumnya harus diberikan secara perenteral, hanya beberapa saja yang dapat diberikan peroral, yaitu sefiksim,sefdinir dan seftibuten.

A. Spektrum antibakteri
In vitro, Obat ini stabil terhadap berbagai jenis betalaktamase dan mempunyai spektrum antibakteri menyerupai spektrum sefotaksim. Obat ini terutama aktif terhadap bakteria Gram-negatif aerobik tidak aktif terhadap S aureus, enterokokus (E faecalis), pneumokokus yang resisten terhadap penisilin, dan juga terhadap pseudomonas spp, L monocytogenes, Acinetobacter dan B fragfilis. Terhadap N gonorrhoeae aktivitas cefiksim sangat baik dengan KHM ≤0.001 – 0.063 mg/L. Umumnya sefiksim aktif terhadap bakteria anaerob,seperti Peptostretococcus magnus, Bacteroides distasonis, Peptostreptococcus spp, Lactobacillus spp dan Veillonella spp,tapi tidak aktif terhadap B fragilis Terhadap S typhi yang sudah resisten dengan ampisilin dan derivat kuinolon (MDR=multi drug resistant), sefiksim terbukti masih aktif.


B. Mekanisme kerja :
Secara umum mekanisme kerja sefiksim sama dengan derivat sefalosporin lainnya, yaitu dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Sefiksim mempunyai afinitas kuat dengan penicillin-binding proteins (PBP) 3, 1a dan 1b. Aktivitas obat ini dalam melisis kuman berlangsung cepat ( rapid lytic action), hal ini dihubungkan dengan afinitasnya terhadap PBP-1b. Afinitas sefiksim terhadap PBP 2 sangat lemah, dan ini menyebabkan obat ini tidak aktif terhadap S aureus dan coagulase-negative staphylococci.
C. Farmakokinetik
Absorpsi sefiksim melalui oral berjalan lambat dan tidak lengkap. Bioavailabilitas absolut sekitar 40% sampai 50% saja. Dalam bentuk suspensi obat ini diabsorpsi lebih baik dari bentuk tablet makanan tidak mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi. Kadar tinggi terdapat pada empedu dan urin. Sefiksim diekskresi terutama melalui ginjal, 50% dari jumlah yang diabsorpsi dieskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal dalam waktu 24 jam, . Ekskresi melalui empedu sekitar 10% dari dosis. Obat ini dimetabolisme dihati. Waktu paruh eliminasi dalam serum antara 3-4 jam, dapat memanjang pada kelainan fungsi ginjal. Obat ini tidak bisa dikeluarkan dari tubuh dengan hemodialisis ataupun dengan dialisis peritoneal.

D. Dosis dan cara pemberian
Dosis oral untuk dewasa atau anak dengan berat badan lebih dari 50 kg ialah 200-400 mg sehari yang diberikan dalam 1-2 dosis. Untuk anak dengan berat badan 50 kg atau kurang, diberikan suspensi dengan dosis 8 mg/kg sehari, dalam dosis tunggal atau dibagi menjadi dua kali dosis. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 200 dan 400 mg, serta suspensi oral 100 mg/5 mL.

E. Penggunaan Klinik
Untuk pengobatan uncomplicated gonococcal infections (UGI), efektivitas sefiksim oral dosis tunggal 400 atau 800 mg sebanding dengan seftriakson intramuscular dosis 250 mg (dosis terapi seftriakson yang dianjurkan untuk UGI pada serviks, uretra, rektum dan faring: 125 -250 mg IM atau IV). Untuk terapi disseminated gonococcal infection , digunakan sefiksim oral dengan dosis 400 mg dua kali sehari atau seftriakson intramuskular atau intravena 1gram setiap 24 jam. Sefiksim selain untuk terapi gonorrhea juga digunakan untuk terapi sinusitis akut ,otitis media akut oleh H influenzae, Moraxella catharrhalis dan S. pyogenes, bronchitis akut dan bronkitis kronik eksaserbasi akut oleh Str pneumonia dan H influenza , infeksi saluran kemih yang uncomplicated oleh E coli dan P mirabilis. Dari beberapa laporan hasil uji klinik, ternyata untuk pengobatan demam tifoid yang disebabkan S typhi MDR, sefiksim memberikan hasil yang baik. Untuk demam tifoid, obat standard yang sudah sejak lama digunakan ialah kloramfenikol, ampisilin, amoksisilin dan kotrimoksasol,tetapi di Negara Asia termasuk Indonesia telah dilaporkan adanya kasus demam tifoid MDR. Untuk kasus tifoid MDR pada dewasa digunakan derivat fluorokuinolon oral atau seftriakson, dengan hasil memuaskan. Tetapi pada pasien anak-anak dan remaja, penggunaan kuinolon memerlukan pertimbangan yang sangat hati-hati tentang rasio manfaat dan keamanannya, karena efek samping obat ini terhadap tulang rawan sendi lutut, sehingga pilihan paling aman untuk pasien kelompok usia muda tersebut ialah seftriakson yang harus diberikan secara parenteral dan mahal harganya. Untuk saat ini , sefalosporin generasi ketiga oral, sefiksim dapat dijadikan salah satu obat alternatif yang relatif lebih terjangkau untuk kasus MDR tersebut. Hal ini dapat dipertimbangkan, karena dari uji in vitro telah dilaporkan bahwa aktivitas sefiksim terhadap S typhi MDR cukup baik dan selain itu juga dari beberapa uji klinik terbukti obat ini efektif untuk demam tifoid MDR. Hadinegoro dkk (Mei 1999-Januari 2000) melakukan uji klinik non-komparatif terhadap efektifitas sefiksim dalam pengobatan demam tifoid pada anak di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta. Subyek penelitian terdiri dari 25 pasien (11 laki-laki dan 14 perempuan) usia 3-15 tahun dengan demam tifoid. Semua pasien mendapat pengobatan sefiksim oral 10-15 mg/kgbb/hari , dibagi dalam dua dosis selama 10 hari. Hasil yang dilaporkan ialah penurunan suhu terjadi setelah 5,7 (SD±2.1) hari pengobatan. Dibandingkan dengan penelitian terdahulu dengan seftriakson intravena sebanding (5,4 (SD±1.5)). Secara umum sefiksim pada penelitian ini dapat ditoleransi dengan baik oleh semua pasien, efek samping mual dan muntah yang timbul ringan saja.

F. Efek samping
Efek samping sefiksim umumnya ringan. Yang tersering ialah diare (16%) dan di antaranya yang termasuk berat 1.4% -2.1 %, serta keluhan saluran cerna lainnya seperti mual ,muntah dan dyspepsia. Dilaporkan juga meskipun jarang, bahwa amilase serum sedikit meningkat sekitar 1.3% pada pemberian sefiksim, sedangkan pada pemberian amoksisilin peningkatan terjadi sekitar 2.6%. Pemberian sefiksim juga dapat menyebabkan reaksi positif palsu pada pemeriksaan glukosa pada urin dengan Clinitest, larutan Benedict ,atau larutan Fehling. Karena itu dianjurkan pada penggunaan sefiksim, pemeriksaan glukosa pada urin, menggunakan tes yang berdasarkan reaksi enzymatic glucose oxidase (seperti Clinistix atau Tes-Tape). Selain itu dapat juga terjadi positif palsu pada tes Coombs direk, seperti juga yang bisa terjadi pada penggunaan preparat sefalosporin lainnya.
G. Interaksi obat
Pemberian beberapa obat tertentu bersama dengan sefiksim dapat timbul interaksi.
Karbamasepin. Pemberian bersama dengan sefeksim dapat menyebabkan peningkatan kadar karbamasepin dalam darah,sehingga perlu pengamatan terhadap efek toksik karbamasepin dan mempertimbangkan kemungkinan dilakukan penyesuaian dosis obat ini.
Warfarin dan antikoagulan lain. Pemberian bersama sefiksim dapat menyebabkan perpanjangan waktru protrombin (prothrobin time), tanpa atau dengan gejala perdarahan.

H. Daftar Pustaka
1. Petri Jr WA. Penicillin,cephalosporins and 0ther β-lactam antibiotics. Dalam : Goodman & Gillman’s, The Pharmacological Basis of Therapeutics, edisi XI. 1127-2254, 2006
2. Borgden RN, Campoli-Richards. Cefixim. A review of its antibacterial activity, pharmacokinetic properties and therapeutic potential. Drugs,38(4): 524-550.1989
3. Hansfield HH, McCormack WM, Hook EW, Douglas JM, Govino JM, Verdon MS et al. A comparison of single dose cefixime with ceftriaxone as treatment for uncomplicated gpnorrhea. The Gonorrhea Treatment Group. NEJM 1991, 325: 1337- 1341
4. Santillan RM,Gracia GR,Bevente IH, Garcia EM.Efficacy of cefixime in the treatment of typhoid fever.Proc West Pharmacol Soc; 43: 65-66,2000.
(sumber www.kalbe.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar